Heritage: Lokomotif B13, Kenangan Rute Yogyakarta-Maos-Cilacap di Masa Hindia Belanda
JAKARTA --Lokomotif B13 merupakan warisan sejarah perkeretaapian di Indonesia. Keberadaan lokomotif ini amat terkait dengan keberadaan jalan rel rute Yogyakarta-Maos-Cilacap pada zaman kolonial.
Jalan rel rute Yogyakarta – Maos – Cilacap sejauh 176 km dibangun oleh perusahaan kereta api Staats Spoorwegen (SS) dan diresmikan pada tahun 1887.
Pembangunan jalan rel tersebut dilatarbelakangi oleh adanya dua kepentingan, yaitu kepentingan ekonomi dan pertahanan militer. Kepentingan ekonomi berkaitan dengan kebutuhan pengangkutan hasil-hasil perkebunan dari kota Purworejo atau kota Yogyakarta ke pelabuhan Cilacap sebagai salah satu pintu gerbang ekspor ke Eropa.
Selain itu, kereta api juga digunakan untuk kepentingan angkutan militer pemerintah Hindia Belanda yang berada di kota Cilacap. Jalan rel ini juga digunakan untuk angkutan militer (terdapat benteng pertahanan militer di kota Cilacap yang didirikan pada tahun 1879). Dengan demikian, kedudukan benteng militer ini bernilai strategis bagi pemerintah Hindia Belanda dalam mengamankan ekspor hasil perkebunan.
Untuk melayani rute rute Yogyakarta – Maos – Cilacap (176 km), SS mendatangkan 11 lokomotif uap B13 dari pabrik Hanomag (Jerman) pada tahun 1886. Kereta api berperan besar dalam perdagangan hasil pertanian dan perkebunan sehingga menjadikan pelabuhan Cilacap sebagai pelabuhan yang ramai di pulau Jawa pada tahun 1909 – 1930.
Selain digunakan untuk menarik gerbong barang, lokomotif ini juga digunakan untuk menarik rangkaian kereta penumpang. Pada tahun 1929, SS melakukan konservasi pada lokomotif ini yaitu melakukan penggantian boiler lama dengan boiler baru. Pada tahun 1941, sebagian lokomotif ini dipindahkan operasionalnya ke jalan rel milik SS yang lain yaitu pada rute Tanah Abang – Duri – Tangerang (21 km).
Lokomotif B13 dengan susunan roda 2-4-0T merupakan lokomotif yang memiliki silinder berdimensi 380 mm X 500 mm dengan roda penggerak berdiameter 800 mm. Berat keseluruhan 27 ton. Lokomotif ini dapat melaju hingga kecepatan maksimum 60 km/jam. Lokomotif B13 menggunakan bahan bakar kayu jati atau batu bara.
Setelah Perang Dunia II berakhir, lokomotif ini tersebar di dipo lokomotif Tanah Abang, Purwakarta, Cirebon dan Mojokerto. Dari 11 lokomotif B13, saat ini masih tersisa 1 lokomotif B13, yaitu B13 04. B13 04 dipajang di dekat stasiun Cirebon (Jawa Barat). (Sumber: heritage.kai.id)