Heritage: Lokomotif B-16, Permudah Distribusi Barang di Pasuruan dan Probolinggi pada Masa Kolonial
Pada masa pemerintah Hindia Belanda, kota Pasuruan dan kota Probolinggo merupakan sentra dari produksi gula. Kota Pasuruan dikenal sebagai pusat percobaan gula dan kota Probolinggo menjadi sentra distribusi dan pengapalan produksi gula, tembakau dan beras. Sebagai sentra distribusi dan perdagangan perantara, kedua kota tersebut mempunyai letak yang berfungsi dengan baik, dilengkapi dengan dermaga dan gudang-gudang pengiriman barang.
Untuk mempermudah distribusi barang di kota Pasuruan dan kota Probolinggo, Pemerintah Hindia Belanda memberikan konsesi kepada perusahaan kereta api swasta Pasoeroean Stoomtram Maatschappij (PsSM) pada tahun 1893 dan perusahaan kereta api swasta Probolinggo Stoomtram Maatschappij (PbSM) pada tahun 1894.
PsSM mendapat konsesi untuk membangun jalan rel di kota Pasuruan dan sekitarnya hingga ke Wonorejo. Pada tahun 1896 – 1912, PsSM telah berhasil membangun jalan rel dengan total panjang 32 km. PbSM mendapat konsesi untuk membangun jalan rel di kota Probolinggo dan sekitarnya hingga ke Kraksaan dan Paiton. Pada tahun 1897 – 1912, PbSM telah berhasil membangun jalan rel dengan total panjang 41 km.
Untuk melayani rute tersebut, PbSM mendatangkan 7 lokomotif B16 sedangkan PsSM mendatangkan 10 lokomotif B16. 17 lokomotif uap B16 didatangkan pada tahun 1896 – 1900 dari pabrik Hohenzollern (Jerman). Tram ini digunakan untuk angkutan penumpang dan barang/hasil bumi. Tram dengan lokomotif uap ini digunakan untuk menarik rangkaian gerbong barang yang berisi gula.
Tram uap dengan susunan roda 0-4-0Tr merupakan lokomotif uap yang memiliki silinder berdimensi 230 mm X 300 mm dengan roda penggerak berdiameter 800 mm. Berat keseluruhan 13 ton. Lokomotif ini dapat melaju hingga kecepatan maksimum 15 km/jam
Pada masa pemerintahan Jepang di Indonesia, 2 lokomotif B16 milik PbSM dibongkar pada tahun 1942 (tidak diketahui alasan pembongkaran ini) sedangkan 2 lokomotif B16 milik PsSM dipindah untuk beroperasi di rute Saketi – Bayah (80 km). Pemerintah Jepang membangun jalan rel rute Saketi – Bayah (80 km) pada tahun 1942-1945 untuk mengangkut batu bara dari tambang batu bara Cikotok (Banten). Saat itu, Bayah dikenal sebagai penghasil utama batu bara, yang digunakan untuk bahan bakar kereta api, kapal laut dan pabrik.
Di akhir masa dinasnya, pada tahun 1977, masih dapat dijumpai 1 lokomotif B16 yang beroperasi jalan rel milik perusahaan kereta api swasta Oost-Java Stoomtram Maatschappij (OJS). OJS memiliki jalan rel untuk tram di kota Surabaya dan sekitarnya dengan panjang 95 km. Dari 17 lokomotif B16, saat ini masih tersisa 1 lokomotif B16, yaitu B16 02 (milik PbSM, mulai operasional tahun 1897). B16 02 dipajang di dalam pabrik PT INKA (Industri Nasional Kereta Api), kota Madiun, Jawa Timur. (Sumber: Situs Resmi PT KAI/kai.id)